Rommi Ariesta | AiTi and Blog

Berbagi tentang Teknologi Informasi untuk kehidupan yang lebih menyenangkan

Kabut gelap bergelayut hampir menutupi dinding kalbu. Mendung itu begitu pekat. Napas pun tersengal dan dada rasanya sesak hingga sulit tuk bisa bernapas dengan lega. Perasaan duka yang ku alami bukan karena kehilangan sesuatu. Tak jua karena di tinggalkan orang-orang terkasih. Ini semua karena aku mencintai mereka begitu mendalam.

Duka karena tak bisa berbuat banyak untuk membahagiakan mereka yang begitu mulia dari prespektif ku, mudah-mudahan di Hadapan-Nya juga. Hari ini hatiku luka karena mestinya aku bisa, ternyata aku tak berdaya. Kedua tangan, kaki, otak, dan seluruh organ yang berfungsi sepenuhnya tak mampu berbuat lebih.

Air mata yang tak berwujud cair mulai berlinang dari sudut mataku. Sejenak terlintas apakah ini skenario tuhan yang apik dengan akhir gempita, walaupun jalan menuju ke sana harus berawal terjal.

Ku hadapi realitas ternyata orang tua ku tak bisa menyekolahkan anak bungsunya pada jurusan pilihan dia sejak SMA. Sedari SMA dia selalu berkata "Aku mau kuliah di jurusan pertambangan", begitu ujar Adik Bungsu pada Ku setiap di tanya teman-temannya pada nya. Cita-citanya untuk kuliah di jurusan Teknik Pertambangan harus pupus karena alasan finansial. Aku tidak terima kenyataan ini. Aku tak bisa melihat dia harus berkorban. Sepatutnya aku yang mesti berkorban.

Pertama aku ngotot pada orang tua ku, dan berkata "Pak, Dia lebih baik kuliah di Teknik Pertambangan". Mungkin aku lupa bahwa ayahku sudah purna bakti sebagai karyawan BUMN. Tak cukup dewasa rasanya tuk mengerti keadaan kami sekarang ini. Tapi adik ku begitu luar biasa, kedewasaannya kali ini melompatiku. "Biaya kuliah segitu terlalu mahal bang, kasihan bapak dan ibu", ucapnya padaku. walau dia tidak ku jelaskan sebelumnya tentang keterbatasan finansial keluarga untuk membiayinya. Dia sedikit peka untuk melihat semuanya.

Sumber masalahnya adalah duit sebanyak 23 juta dan biaya tiap semester di atas lima juta yang mengkandaskan keinginan adik ku itu. Orang tua ku sebetulnya masih sanggup membayar itu semua dengan tabungan yang ada. Kekhawatiran terbesar mereka adalah kuliah adik ku akan terhenti di tengah jalan. Tak hanya itu, orang tua ku sekarang harus membiayai adik perempuan ku yang masih kuliah.

Keinginan terbesar ku saat ini adalah mencari duit 23 juta dalam waktu 2 hari agar cita-cita adik bisa tercapai. Tapi, dimana uang sebesar itu harus ku dapatkan? Darah mengalir deras ke otak lantaran berpikir mendapatkan uang yang banyak dalam waktu singkat. Tuhan, inikah rencanamu? kalau lah memang demikian, aku tawakal. Tapi jikalau ini bukan yang terbaik, permudahlah jalan ku. Amin.

Harusnya bapakku yang sudah bebas tugas dalam bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga. Aku lah yang sudah sepantasnya menopang keluarga. Bapak ku harus segera bisa menikmati masa tuanya, walapun harus bekerja, itu bukan karena dia harus membiayai keluarga. Tugasnya bekerja membiayai keluarga telah usai. Kalau lah harus tetap bekerja, itu hanya sekedar untuk beribadah dan hiburan baginya.

Adik ku sudah berkorban untuk lima tahun ke depan. Dia harus mengubur cita-citanya, dia mampu mengerem egonya. Kukatakan aku mungkin tak mampu berbuat seperti dia. Semoga pengorbanan dia penuh bermakna. Bravo adik bungsu ku.


Read More..

Internet Sehat Blog Award '09

Internet Sehat

Berlangganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Categories

Archives

Recent Posts

Recent Comments

NavinoT

NavinoT
Another Technology Paradigm